Hujan Bulan
Desember
Oleh:
Herlia Annisa
“Aku
akan menjemputmu di penghujung Desember sebagai pengantinku.”
Ini
bulan Desember. Saat matahari lebih sering malu-malu tampak dan memilih untuk
bersembunyi di balik kelabu. Terkadang petir berteriak, menyuarakan tangisan
langit. Membuat Desember semakin menggigil dalam basah.
Seperti
itu pula yang ia rasakan saat ini. Ketika semua janji-janji yang pernah begitu
ia percayai bahkan melebihi kitab suci tiba-tiba saja berbalik arah, menikam.
Adalah Dimas, pria yang sanggup
membuatnya berbunga serupa warna-warna pelangi. Tiga tahun yang lalu cinta itu
bersemi. Ia tata, ia simpan dalam album kenangan, kemudian ia tangisi.
“Aku
akan menjemputmu di penghujung Desember sebagai pengantinku.”
Itu
hampir tepat dua tahun lalu. Tak pernah sedikit pun ia menyangka bahwa cintanya
akan menempuh jalan penantian yang begitu panjang. Tapi harapan tak pernah lekang.
Meski Desember kerapkali menangis, toh ia tetap mengukir senyuman. Tak berani
membunuh asa yang kadung tumbuh subur dalam hatinya. Dimas sungguh mencintaiku
dan janjinya bukanlah palsu, begitu ia sering menggumam, menghibur diri
sendiri.
Namun
alangkah hancurnya hati bila ternyata semua penghiburan itu akhirnya berujung
kecewa. Ia tak lagi kuasa menahan air mata yang selama ini ia kemas rapi di
sudut-sudut kosong kedalaman dadanya. Tak membiarkan seorang pun melihat betapa
sesungguhnya ia menahan kecamuk badai.
Sudah,
lepaslah sudah semua. Asa telah hancur berkeping dan janji-janji tak akan
pernah tertepati. Ia mengerang perih bersamaan dengan datangnya selembar surat
undangan bersampul biru. Tertulis nama Dimas Prasetya sebagai mempelai pria,
namun bukan dengannya.
***
Huaaaa,,,
Udah tanggal segini, aku malah belom..