Rapid Fire Question

Minggu, 19 Mei 2013
Omaygaaddd,,, gue dapet lagi tag Rapid Fire Question. Susah sih yaa kalo jadi artis famous. Pastiii aja ada yang kepo pengen tau segala urusan gue,, hmmm... *lalu, plakk ditabok Si HS* hahahhahahha.. Trus gue mesti gimana dong gimana dong gimana dong (gaya lebay bin alay), ni pertanyaan susah-susah bangeett bangeett bangett beuudddhhh buat dijawab. Inget yaa, gue ini public figura (catat! public figura bukan figure), jadi setiap tutur kata dan tingkah laku gue mesti dijaga sebaik-baiknya. Maka, setiap pertanyaan apapun harus gue sikapi dengan sebijak-bijaknya. Ala filsuf kalo bisa.
Ya sudahlah, daripada Si HS ngamuk-ngamuk lantaran dicuekin sama artis idolanya *lalu, plakk ditabok lagi*, mendingan gue jawab aja ni pertanyaan satu-satu. Dan sesuai dengan judulnya "Rapid Fire Question" maka gue bakal ngejawab semuanya dengan berapi-api.
Siap-siaappp.. Ready and goooo...

1. Nambah atau ngurangin timbunan buku?
Sekali lagi gue tegasin! Gue pilih nambah timbunan buku. Tapi buku-buku gue gak ditimbun ding. Situ pikir buku gue minyak tanah atau bensin ya, pake ditimbun-timbun segala.

2. Pinjam atau beli buku?
Gue orang kaya men, makanya gue beli. Apaan sih pinjam-pinjam, hahhahahaa... Padahal gue minta dibeliin. Bisa abis duit gue kalo mesti beli buku sendiri, soalnya gue termasuk rakus. Sama kayak makan, gue emang rakus dalam segala hal.

3. Baca buku atau nonton film?
Hmm, kemarin gue abstain. Abisnya, susah banget sih menentukan pilihan di antara keduanya. Tapi sepertinya gue memang harus memilih. Dan, jreng jreng jreng,,,,, gue pilih baca buku aja deh. Bukan karena apa-apa sih, biar dikirain orang pinter aja. Padahal buku yang gue baca juga cuman hentai komik sama novel stensilan, hahhahaha.

4. Beli buku online atau offline?
Offline dong, soalnya gue tipe orang yang benar-benar mengamalkan peribahasa sambil menyelam minum air, artinya sambil beli nyambi juga baca-baca buku lain. Sampai tamat! Catat ya, sampai tamat! Kebayang gak tuh berapa lama gue ngeden di toko buku? Kadang malah gue gak jadi beli. Orang dah tamat duluan gue baca di situ. *WOWW*

5. (Penting) buku bajakan atau ori?
Sekali lagi gue tanya, emang ada buku bajakan? Setau gue yang biasanya dibajak itu sawah sama pesawat terbang.

6. Gratisan atau diskonan?
Penting banget buat dijawab nih. Absolutely gratisan, titik. Tak ada tawar menawar lagi.

 7. Beli pre order atau menanti dengan sabar?
Duuuh, gue ini mungkin adalah manusia paling sabar di dunia. Sampai-sampai gue tetap bersabar menanti jodoh yang tak kunjung datang. Tuh, soal jodoh aja gue sabar apalagi kalo cuma urusan buku.

8. Buku asing (terjemahan) atau lokal?
Banyakan sih asing, tapi lokalan juga kalo kualitasnya oke kayak Vino G Bastian sih gue kagak nolak juga. (Eh, ini ngomongin apaan sih?)

 9. Pembatas buku, penting atau biasa aja?
Penting banget bangett bangeettt.. Selain pecinta wanita (Ehh), gue juga pecinta kerapian.

10. Bookmarks atau bungkus chiki?
Yaeelllaaaahhh... Sekarang kan buku-buku berbonus bookmark juga, ngapain pake-pake bungkus chiki?

Oke, 10 pertanyaan wajib dah gue jawab. Ada lagi? Ada lagi? Ada lagi? -nantang nih- hahhahaha. Trus Si HS teriak: "Woii pertanyaan tambahan dari gue jawab oiii.." sambil nyolot.
Ya udah deh daripada Si HS makin nyolot kepaksa gue jawab pertanyaan dia. Inilah pertanyaan asal dan jawaban jenius dari gue. *plaakk!! udah dong bro HS jangan tabokin gue mulu*

1. Facebook atau blog?
Facebook dong. Terimakasih kepada Mr. Mark yang telah menjembatani berjuta-juta manusia di dunia ini buat saling mengenal, cipika-cipiki dan gontok-gontokan dalam wadah bernama buku muka.

2. Twitter atau facebook?
Ih, ni orang cerewet amat sih! Facebook, facebook, facebook, sejuta facebook. Puas puas puaasss.. *plaa... iya iya, gak usah nyolot*

3. Film adaptasi novel atau film dengan cerita baru?
Biasanya sih film adaptasi novel selalu gak pernah muasin gue. Angels and Demons contohnya. Satu-satunya film adaptasi novel yang berhasil muasin gue cuma Life of Pi doang. So, gue pilih film dengan cerita baru aja deh.

4.  Science fiction atau Romantic comedy?
Ehm, berhubung gue seorang jenius jadi gue pilih romantic comedy. Okraaayyyy.

5. Indie atau mainstream?
Dua-duanya gak masalah, gue bukan orang yang fanatik buta kok. Wkwkkwkwkwkwk.

Okey Mr. HS sebaiknya gue sudahi saja tanya jawab yang sebetulnya gak pengen gue selesein ini. Kalo bisa besok-besok situ tag gue lagi ya, biar gue dikirain manusia super sibuk dan super famous sama orang-orang. Haa... *mau ketawa tapi gak jadi takut ditabok lagi*
Eh, gue gak lempar ini pertanyaan sama orang lain yah, soalnya kemaren gue udah main ginian di FB. Takutnya orang-orang pada protes sama gue. Masa artis terkenal kayak gue kepo sih! *Huftzzz*

  
  

The Expected One (Review Buku)

Senin, 25 Maret 2013
Dia Yang Dinantikan (The Expected One) - Magdalene Line Series Book 1Dia Yang Dinantikan (The Expected One) - Magdalene Line Series Book 1 by Kathleen McGowan

My rating: 2 of 5 stars


Novel ini pasti saudara kembarnya The Da Vinci Code, hanya saja berjenis kelamin perempuan. Mengungkap kisah hidup Yesus lewat sudut pandang Maria Magdalena. Penuh intrik dan misteri. Konon, Maria Magdalena merupakan istri sah dari Yesus yang dia sebut sebagai Easa. Dan dari Easa pula, Maria Magdalena memiliki dua orang anak dan satu orang anak dari pernikahan sebelumnya bersama Yohanes Pembaptis. Sampai di sini sudah cukup kontroversial kan bukunya?
Cerita kemudian berpusat pada Maureen Paschal, seorang penulis berkebangsaan Amerika yang menulis sebuah buku tentang perempuan-perempuan yang -menurutnya- telah ditulis secara tidak adil dalam sejarah seperti Marrie Antoinette dan juga Maria Magdalena. Lewat buku itulah Maureen dikenal secara luas dan menarik perhatian Berenger Sinclair, seorang kaya raya pemimpin sebuah sekte pemuja Maria Magdalena.
Halaman-halaman awal buku ini saya lewati dengan sangat mulus, terlebih karena saya memang sangat menyukai novel-novel dengan genre seperti ini, terutama novel-novel karangan Dan Brown. Namun makin ke dalam makin saya merasa jenuh, bosan, dan tidak berminat untuk terus membacanya (ffyyuuhh, syukurlah saya masih bisa memaksakan diri). Tema yang disuguhkan sebenarnya sangat aduhai alamak semlohay, namun bagi saya Katlheen McGowan kurang sukses mengeksekusi tema yang aduhai alamak semlohay itu menjadi sesuatu yang cettarr membahana baddaaii, beda sama Dan Brown. Kelemahan utama buku ini menurut saya adalah ritmenya yang begitu-begitu saja alias tidak naik turun dan menegangkan seperti saudara kembarnya The Da Vinci Code. Konflik-konflik yang tertuang di dalamnya pun terkesan sinetron banget. Ala-ala opera sabun gitu deh. Belum lagi sang penulis yang merasuk terlalu jauh ke dalam karakter ciptaanya sendiri. Seolah dia adalah Maureen Paschal The Expected One, Dia Yang Dinantikan. BeTeWe, sang penulis memang menganggap bahwa dirinya adalah keturunan dari Maria Magdalena. We oo wee...
At least saya kasih dua bintang buat buku ini. Lumayanlah, gak parah-parah amat sampai saya mesti bilang i don't like this book.



View all my reviews

Ngudud di Angkot


Berulang kali saya tidak habis pikir dengan mereka-mereka yang seenak udelnya sendiri ngudud di angkutan umum. Apa sih enaknya ngudud di dalam angkot yang sempit? Apa mereka gak kasihan sama orang yang duduk di sebelah mereka? Selain tidak enak dihirup, udara yang telah tercemar asap rokok juga menyebabkan sesak napas secara instan. Bukankah mereka tahu kalau racun dari asap rokok itu bukan hanya akan menggerogoti kesehatan mereka saja, namun pasti juga meracuni orang sial yang duduk di dekat mereka.
Dalam asap rokok terkandung lebih dari 4000 bahan kimua beracun dan 43 senyawa karsinogenik (penyebab kanker). Maka sungguh dholim sekali manusia yang merokok di dalam angkutan umum sehingga menyebabkan orang yang tidak tahu apa-apa harus ikut menanggung akibat dari asap rokok yang dia nikmati. Seharusnya pemerintah secara tegas menerapkan peraturan pelarangan merokok di dalam angkutan umum. Spesifik aja deh Pak Pemerintah! Gak usah larang-melarang ngudud di tempat umum, cukup di dalam angkutan umum aja. Saya sampai sejauh ini masih bisa mentolerir orang yang merokok di foodcourt atau rumah makan atau mall atau jalan raya. Toh tempat itu luas dan mudah menghindari asap rokok di tempat seluas itu. Tapi di dalam angkot? Omaygaaaddddd... Sungguh tercela dia yang ngudud di dalamnya.
Saya gak anti orang yang merokok, saya juga gak pernah memusuhi mereka. Yang saya mau, merokoklah pada tempatnya! Sebagai manusia yang berbudi seharusnya para perokok paham akan aturan main yang tidak tertulis itu. Yuk, kita budayakan merokok dengan santun. Kan bisa tuh merokok di dalam kamar atau di teras rumah sambil ngopi-ngopi bareng teman dan sahabat. Asik kan kalau begitu. Daripada mesti memaksakan diri merokok di tempat sempit dengan resiko dimusuhin orang seangkot.

 "Dan sesungguhnya ngudud di angkot itu tiadalah menimbulkan kenikmatan melainkan kesengsaraan bagi manusia di sebelahmu. Maka dari itu bersegeralah kalian bertobat dan ngududlah pada tempatnya."


Wassalam  

Amarah Kesiangan

Senin, 18 Maret 2013
Baiknya kusumpal saja mulut ini. Sebab kata-kata telah menjadi sedemikian kalap. Seperti hujan yang senantiasa luruh di pelataran. Hantarkan beribu getir yang menggelombang. Serupa itu pula tutur katamu menghakimi. Seolah aku ini penjahat super yang tak pantas beroleh ampun. Padahal di antara luasnya samudera bahasa selalu kupilih kata-kata yang paling lugu untuk kujadikan sesaji dalam ritual percakapan kita.
Namun kau telah sebegitu angkaranya. Menandak-nandak dalam buncah amarah. Hingga lenyap segala awan sejuk dari kepala. Ah, ingin rasanya aku tenggelam serupa pasukan Firaun di Laut Merah. Biar kecamuk badai di otakku ikut kandas digerus ombak.
Sama sepertimu aku manusia juga. Punyai api meski sekadar di dalam sekam. Kelak ia kan berkobar-kobar jingga bila selalunya kau sulut murka. Maka baiknya kusumpal saja mulut ini. Sebab kata-kata telah menjadi sedemikian kalap. Bersiap terhujam ke arahmu.

Puisi dan Surat Cinta #PostcardFiction @Kampung Fiksi

Minggu, 10 Maret 2013
Hai hai, sesuai janji sebelumnya, kali ini saya posting lagi buat eventnya Kampung Fiksi yaitu #PostcardFiction Edisi Valentine. Ada dua postcard yang saya jadikan satu dalam postingan kali ini. Yang satu berupa puisi dan yang satu lagi adalah surat cinta.
Here they are:

Puisi Blue Theme
Title: Adiba

Surat Cinta Pink Theme
Title: Rindu


#PostcardFiction Edisi Valentine

Kamis, 28 Februari 2013
Dalam rangka ikut meramaikan hajatannya Kampung Fiksi yang bertajuk #PostcardFiction Edisi Valentine, saya akhirnya memberanikan diri buat mengirim dua buah fiksi mini dengan sub tema Blue Theme (Sad Love Story). Malu siiiih, gak pede juga. Tapi gak apa-apa yaaa, sekadar buat ikut meramaikan aja, hehhehhe ...
Ada dua buah cerita mini yang saya buat dan saya posting di sini. Tapiiii,, berhubung dua-duanya beraroma biru, jadi saya berencana untuk membuat satu lagi postcard dalam sub tema Pink (doakan saya yaaa). Yang mungkin akan saya posting beberapa hari ke depan.
Nah, buat yang sekarang yang biru-biru aja dulu yaa.

Ini yang pertama  
Sebuah fiksi mini yang berjudul Delapan. Semoga bisa dinikmati. (tampilan foto sudah diedit, hehehe)
Dan ini satu lagi
Sebetulnya fiksi mini yang ini sudah saya posting dua hari kemarin. Tapi berhubung foto scannya gak jelas, jadi saya posting ulang. Foto sudah saya edit juga, biar agak-agak lucu gimanaaaa gituuu.. :)
Akhirul kata, terimakasih buat Kampung Fiksi yang sudah menyelenggarakan event keren ini. Semoga bisa sering-sering ya. Aamiin..
***

#PostcardFiction Edisi Valentine

Selasa, 26 Februari 2013


Hujan Bulan Desember
Oleh: Herlia Annisa
“Aku akan menjemputmu di penghujung Desember sebagai pengantinku.”
Ini bulan Desember. Saat matahari lebih sering malu-malu tampak dan memilih untuk bersembunyi di balik kelabu. Terkadang petir berteriak, menyuarakan tangisan langit. Membuat Desember semakin menggigil dalam basah.
Seperti itu pula yang ia rasakan saat ini. Ketika semua janji-janji yang pernah begitu ia percayai bahkan melebihi kitab suci tiba-tiba saja berbalik arah, menikam. Adalah Dimas, pria yang  sanggup membuatnya berbunga serupa warna-warna pelangi. Tiga tahun yang lalu cinta itu bersemi. Ia tata, ia simpan dalam album kenangan, kemudian ia tangisi.
“Aku akan menjemputmu di penghujung Desember sebagai pengantinku.”
Itu hampir tepat dua tahun lalu. Tak pernah sedikit pun ia menyangka bahwa cintanya akan menempuh jalan penantian yang begitu panjang. Tapi harapan tak pernah lekang. Meski Desember kerapkali menangis, toh ia tetap mengukir senyuman. Tak berani membunuh asa yang kadung tumbuh subur dalam hatinya. Dimas sungguh mencintaiku dan janjinya bukanlah palsu, begitu ia sering menggumam, menghibur diri sendiri.
Namun alangkah hancurnya hati bila ternyata semua penghiburan itu akhirnya berujung kecewa. Ia tak lagi kuasa menahan air mata yang selama ini ia kemas rapi di sudut-sudut kosong kedalaman dadanya. Tak membiarkan seorang pun melihat betapa sesungguhnya ia menahan kecamuk badai.
Sudah, lepaslah sudah semua. Asa telah hancur berkeping dan janji-janji tak akan pernah tertepati. Ia mengerang perih bersamaan dengan datangnya selembar surat undangan bersampul biru. Tertulis nama Dimas Prasetya sebagai mempelai pria, namun bukan dengannya.   
***